"Di medan perang yang sunyi, hanya gema hati yang terdengar."
Lembah Bayangan pagi itu diselimuti kabut tebal, memudar perlahan seperti tirai yang akan membuka panggung drama terbesar. Pasukan Koalisi, yang terdiri dari perwakilan sembilan ras dan Ras Kesepuluh, telah memasuki lembah dengan langkah penuh waspada.
Roky berjalan di depan, ditemani tim elitnya. Di tengah barisan, kereta terapung yang membawa artefak Hati Dunia berdenyut lembut, seolah menjadi jantung yang memberi kehidupan pada barisan itu.
"Setiap langkah kita, mereka akan mendengar," ujar Roky pelan, suaranya penuh tekad. "Bukan hanya suara senjata, tapi suara hati yang tak bisa dibungkam."
Suasana Menegangkan di Medan Tempur
Para prajurit fanatik sudah siap di balik bukit-bukit dan reruntuhan, memasang jebakan etherion dan menyiapkan panah beracun. Namun, mereka juga tak bisa mengabaikan aura berbeda dari pasukan Koalisi yang datang kali ini.
Seorang pemimpin fanatik muda bernama Vhalek berdiri di puncak batu besar, menatap tajam ke arah musuh. Matanya menyala-nyala dengan kebencian, tapi ada keraguan yang mulai tumbuh.
"Ini bukan perang biasa," bisik salah satu bawahannya.
"Tapi kita harus menang," Vhalek membalas, "atau hilang selamanya."
Pertempuran Dimulai
Tiba-tiba, sebuah tembakan panah menyambar ke arah barisan Koalisi. Itu tanda perang resmi dimulai.
Namun bukan ledakan yang terjadi setelahnya.
Tiba-tiba, dari kereta yang membawa Hati Dunia, muncul gelombang resonansi yang merambat perlahan, menyerupai riak air yang menyebar.
Pasukan fanatik mulai menahan serangan. Beberapa prajurit mereka berhenti sejenak, memegang kepala, wajah mereka berubah dari amarah menjadi kebingungan.
Di barisan Koalisi, ada yang menangis, tertawa, bahkan berlutut memohon ampun.
Gemuruh Hati dan Pengorbanan
Roky berlari di tengah medan, mengangkat tangan dan meneriakkan suara paling lantang yang pernah ia punya. "Ini bukan musuh yang harus kita bunuh! Ini adalah saudara kita yang hilang dalam gelap!"
Sementara itu, Teya dan Garron memimpin pasukan yang berperan sebagai penjaga Hati Dunia, memastikan artefak itu tidak jatuh ke tangan musuh.
Namun pertempuran tetap berjalan brutal di sisi lain lembah. Beberapa fanatik tetap menyerang tanpa peduli resonansi itu.
Di titik itu, Del, sang penyembuh, turun tangan. Ia mengeluarkan cahaya penyembuhan yang menyentuh para prajurit yang terluka—baik dari Koalisi maupun musuh. Banyak yang berhenti bertarung saat merasakan sentuhan itu.
Konflik Batin Vhalek
Di tengah pertempuran, Vhalek terpaku. Ia mulai melihat kilasan-kilasan masa lalu: ayahnya yang meninggal dalam perang antar-ras, ibunya yang menunggu tanpa kabar. Ia juga melihat wajah-wajah yang dulu dibencinya—anak-anak yang kini berlari ketakutan.
Dalam kekacauan itu, suara resonansi Hati Dunia menembus hatinya seperti jarum tajam yang membuka ruang kesadaran.
"Apakah ini yang ayahku ingin aku lakukan?" bisik Vhalek pada dirinya sendiri.
Ia jatuh berlutut, melepaskan pedangnya, dan menjerit.
Momen Kritis: Kesatuan dan Kejatuhan
Melihat pemimpin musuh jatuh, sebagian besar fanatik berhenti bertarung. Tapi ada juga yang marah, meneruskan perlawanan dengan kekuatan lebih brutal.
Roky sadar bahwa kekuatan fisik tak cukup untuk meredam api kebencian itu. Ia harus membawa perubahan lebih dalam.
Ia berlari ke tengah lapangan, melepas jubahnya, dan mengangkat tangan ke langit. "Kami datang bukan untuk menghancurkan, tapi untuk membangun! Tidak ada kemenangan tanpa pengertian!"
Saat itu, gelombang resonansi dari Hati Dunia memuncak. Cahaya putih bercampur ungu memenuhi langit, menyelimuti semua prajurit, menghapus rasa sakit dan kebencian yang menjerat hati mereka.
Pengorbanan Terakhir
Namun, kekuatan sebesar itu tidak datang tanpa harga. Dari sisi barat, sebuah ledakan besar mengguncang medan perang. Sebuah ranjau etherion yang dipasang oleh fanatik meledak, melukai banyak prajurit Koalisi.
Del, yang tengah membantu menyembuhkan, terluka parah dalam ledakan itu. Ia tersungkur, tapi dengan sisa tenaganya, ia masih sempat mengeluarkan cahaya penyembuhan terakhir yang merambat ke seluruh pasukan.
"Tolong… jaga… perdamaian…" bisiknya pelan sebelum pingsan.
Roky menunduk, menahan air mata. "Ini bukan akhir, Del. Ini awal yang baru."
Kemenangan Meski Berat
Setelah beberapa jam pertempuran yang melelahkan, pasukan fanatik tersisa mulai mundur. Mereka yang masih bertahan tampak bingung, ragu, dan terpecah.
Pasukan Koalisi berdiri di medan, tak hanya sebagai pemenang, tapi sebagai saksi perubahan besar.
Roky berdiri di depan pasukan, pandangannya penuh luka tapi juga harapan. "Kita menang, bukan karena pedang kita lebih tajam, tapi karena hati kita lebih besar."
Renungan di Tengah Medan Perang
Ketika malam tiba, api unggun dinyalakan kembali. Tapi kali ini, suara-suara menangis bercampur dengan tawa haru. Beberapa prajurit dari kedua sisi duduk bersama, berbagi cerita dan luka.
Roky berjalan menyusuri barisan. Ia melihat wajah-wajah yang dulu musuh, kini mulai menjadi sahabat.
Di langit, bintang-bintang bersinar lebih terang dari biasanya. Seolah ikut merayakan lahirnya era baru.
Cahaya yang Membawa Harapan
Pertempuran di Lembah Bayangan menjadi titik balik. Tidak hanya kemenangan fisik, tapi kemenangan hati dan jiwa. Roky tahu, perjalanan mereka masih panjang, tapi kali ini mereka melangkah bersama—bukan hanya dengan senjata, tapi dengan resonansi dunia yang tak tergoyahkan.