Cherreads

Chapter 26 - Bab 26: Pengakuan dari Sang Penjaga

Rania berdiri di balkon tertinggi menara waktu. Angin dingin Auralis menyentuh pipinya, tapi ia tak bergeming. Matanya menatap lurus pada langit yang mulai berubah warna — ungu bergaris merah, seperti luka terbuka yang perlahan menganga.

Bayangan Keempat sudah bangun.

Dan setiap detik sekarang… adalah pertaruhan.

“Tak ada waktu tersisa,” gumamnya.

Suara langkah mendekat. Rania tidak perlu menoleh untuk tahu siapa itu.

Arven.

Sejak perjalanan dari Lintasan Nol, lelaki itu selalu hadir di sisinya — bukan dengan kata-kata, tapi dengan diam yang menenangkan.

Arven berhenti di sampingnya. “Kau belum tidur.”

“Bagaimana bisa?” Rania tersenyum tipis. “Setelah apa yang kita lihat di sana… semuanya terasa seperti ilusi. Bahkan diriku sendiri.”

Arven menatapnya lama. “Kau lebih nyata dari semua yang pernah kusentuh.”

Rania menoleh cepat. Ada sesuatu dalam nada suaranya kali ini — berbeda.

---

Mereka terdiam lama, sampai akhirnya Arven bicara lagi.

“Kau tahu kenapa aku tetap bertahan di Auralis, Rania? Padahal aku bisa saja kembali ke negeri asal keluargaku, ke tempat di mana hidupku lebih tenang, tak penuh perang, atau ancaman waktu…”

Rania menunduk, diam.

Arven melanjutkan, suaranya lebih rendah. “Karena setiap kali aku melihatmu berdiri seperti ini—di antara badai dan ancaman, tapi tetap tegak—aku tahu… hatiku ingin berdiri di tempat yang sama.”

Rania menahan napas.

> “Aku tidak pernah mengatakannya,” lanjut Arven, “karena aku tahu kau masih bertarung dengan bayanganmu sendiri. Tapi sekarang, sebelum waktu benar-benar lepas dari kendali…”

Ia meraih tangan Rania pelan.

> “…aku ingin kau tahu, aku mencintaimu.”

Deg.

---

Rania terdiam. Dunia terasa hening. Hening yang bukan kosong… tapi penuh oleh sesuatu yang tak bisa ia tolak atau hindari.

Cinta.

Tulus, sederhana, dan tak mengikat.

Bukan seperti cinta masa lalu yang rumit. Bukan seperti kasih sayang yang menyakitkan. Tapi cinta yang menerima seluruh dirinya, bahkan bagian yang retak.

“Arven…” Rania membuka suara. “Kau tahu ini berbahaya, kan? Kalau kau memilihku… mungkin kau juga akan hilang.”

Arven tersenyum.

> “Aku tidak memilihmu untuk hidup aman, Rania. Aku memilihmu… karena tanpamu, waktu pun terasa hampa.”

---

Malam itu, untuk pertama kalinya, Rania tidur dengan tenang. Bukan karena dunia membaik, tapi karena seseorang… memilih untuk tetap bersamanya walau dunia retak.

Dan di pagi harinya, ia bangun bukan sebagai gadis yang takut akan takdir.

Tapi sebagai Pemilik Takdirnya Sendiri.

---

Di ruang strategi utama, Reina dan Elvaron telah menyiapkan peta jalur pertempuran terakhir. Bayangan Keempat sudah memecahkan dua jalur waktu di timur: Garis Eras dan Sumbu Vintar.

“Jika ia berhasil menyerap tiga jalur lagi, Auralis akan menjadi pusat kehancuran waktu,” kata Reina.

Rania masuk, langkahnya tegas.

“Aku akan memimpin misi ke jalur ketiga. Tapi aku tak akan pergi sendiri.”

Reina menoleh. “Siapa yang akan kau pilih mendampingimu?”

Rania menatap Arven.

Ia menjawab pelan, tapi jelas:

> “Orang yang memilihku bahkan ketika waktu menolakku.”

Arven menatap balik. Dan tanpa kata, ia tahu… itu dia.

---

Nazer berdiri di sisi lainnya, menggenggam kompas waktu dengan wajah serius. “Jika ibu dan ayahku benar-benar dari masa ini, maka mungkin ini alasan aku dilahirkan. Untuk menyaksikan dua pilihan yang membawa terang, bukan kehancuran.”

Rania tersenyum.

“Siapkan pasukan bayangan. Aku dan Arven akan membuka jalan ke Dimensi Hening, jalur utama ke pusat Bayangan Keempat.”

Reina meletakkan tangan di peta.

> “Kalau kalian gagal, tak ada lagi waktu tersisa.”

Rania menatap mereka semua.

“Kalau begitu, mari kita pilih akhir cerita ini… dengan tangan kita sendiri.”

More Chapters