Pagi belum datang, tapi langit Auralis telah berubah.
Garis retak ungu di utara kini membelah langit seperti luka terbuka. Setiap kali jam berdetak, kilatan cahaya hitam muncul dari celah itu—Gerbang Penghapus Waktu mulai terbentuk.
“Gerbang itu tidak seharusnya aktif… kecuali tiga dimensi stabil bersatu,” gumam Reina, wajahnya pucat.
Rania berdiri di menara utama, memandangi peta dimensi. Tangannya menyentuh tiga kristal kecil yang bersinar redup: Auralis, Dantara, dan Saghra.
“Mereka satu poros. Jika dua di antaranya runtuh…” katanya perlahan.
“…maka yang tersisa hanya menunggu giliran.”
---
Surat dari Penjaga Dimensi Dantara datang lebih cepat dari yang diharapkan.
> Kepada Ratu Waktu Auralis,
Kami diserang dari dalam. Jam-jam utama kami dibalik arahnya oleh pasukan berpakaian gelap. Mereka menyebut diri sebagai “Ω”.
Sumber sihir telah menghilang.
Kami bertahan hanya dengan setengah kekuatan.
Jika kalian tidak bergerak, kami akan hilang dari sejarah… dalam waktu tiga hari.
— Penjaga Utama Dantara
Rania menghela napas dalam. Lalu berkata dengan suara mantap:
> “Kita bentuk Aliansi Cahaya. Bukan hanya untuk bertahan. Tapi untuk melawan.”
> “Waktu bukan milik Omega. Dan kita akan buktikan itu.”
---
Rapat darurat digelar.
Arven, Reina, Elvaron, dan Alendra duduk melingkar di ruang strategi sihir. Di tengah mereka, bola dimensi berputar menunjukkan citra dunia: Dantara diselimuti kabut merah, Saghra tertutup es gelap, dan Auralis mulai retak di sisi utara.
“Untuk membentuk Aliansi Cahaya,” kata Reina, “kita butuh tiga pemimpin waktu dari dimensi berbeda.”
“Siapa yang tersisa dari Dantara?” tanya Arven.
Rania membuka segel kuno dan meletakkan kristal panggil. Seketika muncul sosok holografik seorang wanita tua berambut perak: Ratu Naesha dari Dantara.
> “Aku masih hidup,” katanya, suara serak namun kuat. “Dan aku akan memihak cahaya.”
Lalu Rania bertanya, “Bagaimana dengan Saghra?”
Semua hening.
Lalu Alendra melangkah maju, suara tenang tapi tegas.
> “Biar aku ke sana.”
> “Aku akan membawa dukungan dari Saghra. Dengan atau tanpa izin mereka.”
Rania memeluk Alendra erat. “Kau tak harus menghadapi ini sendirian.”
“Tapi aku juga tak bisa terus berlindung,” jawabnya. “Jika mereka mengincar aku, maka biar aku berdiri paling depan.”
---
Esok paginya, tim ekspedisi waktu kecil dikirim ke Saghra:
Alendra sebagai utusan utama.
Elvaron sebagai pengawal sihir.
Dan satu penjaga bayangan, bernama Kaen, yang bertugas merekam semua waktu di sekitar Alendra.
Mereka menembus Gerbang Selatan, pintu yang mengarah ke Saghra—dimensi yang membeku 100 tahun lalu, dan baru mencair jika dikenali oleh pewaris waktu sejati.
Saat kaki Alendra menyentuh tanah Saghra, salju berhenti.
Dan angin berbisik:
> “Putri waktu… kau kembali.”
---
Sementara itu, Rania dan Arven menyiapkan Markas Cahaya di ruang tertinggi Auralis. Di sana akan dikumpulkan tiga lambang dimensi: Kristal Auralis, Obor Dantara, dan Es Saghra.
Jika ketiganya bersatu dan diaktifkan oleh tiga pewaris dimensi sah, Gerbang Penghapus Waktu akan membeku kembali.
Namun, Rania tahu…
Omega tidak akan diam.
Dan tepat saat malam turun, Reina datang tergesa-gesa ke balkon.
“Rania…”
“Ya?”
Reina menunduk. “Seseorang menyusup ke dalam penjara waktu. Dan membawa sesuatu—atau seseorang—keluar.”
Rania terdiam.
“Siapa yang dibawa keluar?”
Reina menjawab lirih:
> “Bayangan Kedua… yang dulu nyaris menghancurkan jantung Auralis.”
> “Ia kembali.”
---
Di langit, celah Omega semakin terbuka.
Dan dari balik kabut dimensi, simbol merah Omega menyala seperti mata iblis yang baru terbangun.
Rania berdiri di tengah angin malam, jubahnya berkibar.
> “Kalau perang ini tentang waktu…”
> “…maka biarkan aku, Alendra, dan mereka yang percaya pada cahaya—menuliskan takdir baru.”