Cherreads

Chapter 39 - Bab 39: Perpisahan yang Membeku dan Kedatangan Tak Terduga

Rania berdiri di balkon timur istana Auralis. Matanya menatap peta dimensi yang membeku di tengah: Dantara.

Satu demi satu titik cahaya waktu di sana memudar, seperti lampu yang padam ditiup angin.

Elvaron masuk dengan wajah muram. “Mereka membekukan seluruh aliran waktu. Dantara sekarang... diam.”

“Tak mungkin,” gumam Rania. “Itu artinya… semua makhluk di sana…”

> “Mereka terjebak di antara detik. Tidak mati. Tapi tidak juga hidup.”

> “Mereka membeku… dalam waktu.”

---

Pusat waktu Dantara adalah pilar-pilar sihir kuno yang hanya bisa dijaga oleh tiga penjaga utama. Sekarang, tiga-tiganya diam. Tak bergerak. Seperti patung es.

Dan Omega meninggalkan pesan:

> “Kalian menolak untuk menyerah… maka kami akan mengambil satu dimensi, satu waktu, satu kenangan—sampai kalian tinggal nama.”

Rania memejamkan mata.

Ia baru kehilangan kenangan masa kecilnya. Dan sekarang, harus kehilangan satu dimensi yang dulu menjadi sekutunya.

---

“Arven harus ke Dantara,” ujar Reina, datar. “Dia satu-satunya yang tahu struktur jantung waktu Dantara.”

Rania terdiam.

Tak ada yang tahu seberapa besar ia menggantungkan diri pada kehadiran Arven belakangan ini. Ketika semuanya terasa gelap, Arven selalu menjadi cahaya kecil yang mengingatkannya untuk tetap berdiri.

> Tapi sebagai ratu, ia harus memilih.

> Kehilangan satu orang… atau kehilangan satu dunia.

“Pergilah,” katanya akhirnya. Suaranya nyaris pecah.

Arven menatapnya lama, lalu menggenggam jemarinya erat.

> “Aku akan kembali. Bawa sesuatu yang penting.”

“Dan kalau kau mulai lupa aku…” ia menyentuh dahi Rania lembut, “...tinggalkan ruang kecil di hatimu, untuk suara yang pernah mengajarkanmu sabar.”

---

Rania menangis diam-diam di malam itu.

Bukan karena Arven pergi.

Tapi karena hatinya perlahan terkikis sedikit demi sedikit, hingga ia takut suatu hari nanti ia tak mengenali dirinya sendiri lagi.

---

Sementara itu, di gerbang luar Auralis…

Reina menerima laporan aneh: sebuah sihir kuno muncul di batas dimensi. Energinya tidak terdeteksi selama bertahun-tahun. Tapi jejaknya tidak asing.

Reina dan Elvaron berlari menuju gerbang utama.

Dan di sana…

Seseorang berdiri dengan tudung abu-abu dan lambang waktu di jubahnya.

Reina menajamkan mata. “Itu tidak mungkin…”

Orang itu membuka tudungnya.

Rambut gelap. Mata perak. Luka samar di bawah pelipis.

Elvaron nyaris menjatuhkan tongkatnya.

> “Kael…”

---

Kembali di ruang dalam istana, Rania terpaku saat Reina menyampaikan kabar itu.

“Kael kembali?”

“Dia meminta bertemu denganmu.”

Rania menggertakkan rahangnya. “Setelah dia menghilang bertahun-tahun, meninggalkan Alendra, membiarkan Omega berkembang di bayangannya… sekarang dia kembali seolah tak terjadi apa-apa?”

“Dia membawa sesuatu, Rania. Dan dia bilang… hanya kau yang bisa memutuskan nasibnya.”

---

Di ruang pertemuan sihir, Rania melangkah perlahan. Di depannya berdiri lelaki yang pernah menjadi sahabat ayahnya, pengawal istana, sekaligus pengkhianat—Kael.

Tapi tatapan lelaki itu kali ini berbeda. Mata peraknya tampak lelah. Seperti seseorang yang menanggung beban bertahun-tahun kesalahan.

“Rania,” katanya lirih.

Rania menahan amarahnya. “Kenapa kau kembali?”

Kael membuka sebuah gulungan kuno, lalu menaruhnya di meja.

“Karena Omega mengambil sesuatu darimu…” katanya.

> “Tapi mereka menyisakan satu pintu.”

“Pintu ke masa lalu… tempat kenanganmu disimpan.”

Rania menajamkan mata. “Pintu waktu… yang sudah tertutup sejak kau menghancurkannya?”

Kael mengangguk pelan.

> “Aku tahu aku tak bisa meminta ampun. Tapi izinkan aku menebusnya.”

“Bawa aku ke pusat waktu Auralis. Dan izinkan aku memanggil kembali satu fragmen—cukup untuk membuatmu ingat… mengapa kau ingin bertarung.”

---

Malam itu, Rania berdiri sendiri di ruang kristal.

Ia menatap cermin waktu, tubuhnya memantulkan bayangan yang tidak ia kenali.

Lalu ia berbisik lirih…

> “Ibu… Kaen… Arven…”

> “Bantu aku mengingat kalian.”

> “Karena kalau aku lupa… maka Omega sudah menang.”

---

Di kejauhan, di balik kabut Dantara, Arven menemukan jantung waktu yang membeku.

Ia menyentuhnya… dan satu suara muncul di telinganya:

> “Rania sedang di ambang batas. Kalau kau tak kembali…”

> “Maka ia akan kehilangan hal terakhir yang membuatnya tetap manusia.”

---

More Chapters